EKSPEDISI MANGROVE PAPUA BARAT
STRUKTUR DAN KOMPOSISI JENIS MANGROVE
RINGKASAN EKSEKUTIF (Executive Summary)
Hutan mangrove adalah sekelompok tumbuhan yang terdiri atas berbagai macam jenis tumbuhan dari famili yang berbeda, namun memiliki persamaan daya adaptasi morfologi dan fisiologi yang sama terhadap habitat yang dipengaruhi oleh pasang surut (Sukardjo 1996). Kawasan hutan mangrove selain berfungsi secara fisik sebagai penahan abrasi pantai, sebagai fungsi biologinya mangrove menjadi penyedia bahan makanan bagi kehidupan manusia terutama ikan, udang, kerang dan kepiting, serta sumber energi bagi kehidupan di pantai seperti plankton, nekton dan algae (Bismark, dkk 2008).
Papua memiliki hutan mangrove terluas di Indonesia hampir separuh hutan mangrove berada di kawasan Papua dengan luas 1.634.003,454 ha dari luas seluruh Indonesia 3.244.018,460 ha. (Saputro et al. 2009). Provinsi Papua Barat memiliki wilayah mangrove yang terluas secara nasional dengan luasan mencapai 482,029 hektare. Luasan lahan itu berdasarkan data Conservation International Indonesia (CII, 2019).
Pesisir Selatan Provinsi Papua Barat memiliki potensi pengembangan yang besar untuk kelangsungan ekosistem yang baik dan juga untuk pengembangan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan mangrove. Namun belum banyak perhatian berbagai pihak yang dapat berkontribusi dalam pengembangan kawasan hutan mangrove di pesisir Selatan Provinsi Papua Barat, sehingga belum banyak terdokumentasi data potensi hutan mangrove tersebut.
Upaya pengelolaan sumber daya hutan mangrove secara lestari hendaknya harus memperhatikan inisiatif masyarakat lokal sekitar hutan. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya proteksi terhadap kemungkinan perusakan ekosistem hutan. Dampak negatif yang mungkin akan timbul dapat ditekan apabila masyarakat disekitar hutan mangrove dilibatkan dan diberi akses untuk mengelola hutan dengan tetap memperhatikan kelestariannya (Kustanti, 2011).
Ekspedisi ini bertujuan untuk mereview dan mengupdate kondisi dan status terkini kawasan mangrove yang ada di pesisir selatan Provinsi Papua Barat. Data hasil ekspedisi ini diharapkan dapat melengkapi dan memperkaya data-data hasil penelitian yang sudah ada dan dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian-penelitian
selanjutnya dan terutama untuk dasar kebijakan pengelolaan hutan mangrove secara berkelanjutan agar dapat memberikan dampak yang signifikan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat disekitar kawasan hutan sebagai pemilik ulayat yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Pasca ditetapkannya Provinsi Papua Barat sebagai provinsi berkelanjutan dengan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Pembangunan Berkelanjutan, maka ini menjadi dasar atau payung hukum seluruh perencanaan pengelolaan sumber daya alam di Provinsi Papua Barat harus dilakukan dengan tetap mengedepankan aspek kelestarian dan keberlanjutannya.
Hasil ekspedisi singkat ini menunjukkan bahwa walaupun dengan keterbatasan waktu, tenaga dan biaya, ekspedisi ini bisa berjalan dengan baik. Namun disadari juga bahwa masih banyak hal yang perlu ditindaklanjuti dengan riset-riset selanjutnya untuk memperkaya data terkait hutan mangrove di pesisir Pantai Selatan Papua Barat, sehingga dengan demikian dengan mengetahui secara pasti segala potensi yang ada baik potensi biotik, tetapi juga faktor abiotik beserta lingkungannya, maka seluruh proses perencanaan pengelolaan hutan mangrove akan lebih optimal dalam aplikasinya.
Ekspedisi mangrove ini dilakukan di beberapa kabupaten di Pesisir Selatan Provinsi Papua Barat yang berlangsung dari tanggal 2 hingga 15 Desember 2019, menggunakan metode survey.
Berdasarkan hasil survei dan pengamatan potensi mangrove di pesisir pantai Selatan Papua Barat maka secara umum tipe vegetasi mangrove dikelompolan menjadi dua tipe ekosisitem mangrove yaitu mangrove air keruh (swamp mangrove) dan mangrove air jernih (blue water mangrove). Mangrove air keruh adalah hutan mangrove dengan kondisi perairan yang keruh bercampur lumpur dan memiliki substrat berlumpur yang tebal, sedangkan Mangrove air jernih memiliki substrat lumpur yang sangat tipis dengan salinitas yang tinggi.
Terdapat 39 jenis mangrove yang terdiri dari 19 famili. 19 jenis di antaranya merupakan mangrove utama dan 20 jenis lainnya merupakan mangrove ikutan yang penyebarannya hampir merata di seluruh lokasi pengamatan.
Rekomendasi:
Beberapa rekomendasi berdasarkan hasil survei potensi mangrove di Pesisir
Pantai Selatan Papua Barat adalah:
- Perlu adanya inventarisasi hutan mangrove secara berkala dan berkelanjutan untukmendapatkan hasil yang lebih akurat serta untuk membangun data base mangrovePapua Barat.
- Memetakan secara jelas kondisi mangrove baik potensi maupun kerusakan hutanmangrove pada setiap Kabupaten dan setiap Distrik yang ada di Papua Barat, sehingga perencanaan pembangunan dan pengelolaan hutan mangrove dapat tepat sasaran (site specific).
- Untuk keperluan riset, pembelajaran dan pengelolaan di Kawasan hutan mangrove serta pemberdayaan masyarakat yang mengantungkan penghidupan kepada hasil hutan mangrove perlu diinisiasi secara bersama untuk membangun mangrove riset center di Papua Barat, memngingat hutan Mangrove di Papua barat sangat layak karena memiliki luas yang terbesar di seluruh Asia tenggara.
- Perlu adanya expedisi mangrove untuk wilayah pantai utara Papua Barat, untuk melengkapi database mangrove Papua Barat.
Link Download Full LHP